Penayangan bulan lalu

Kamis, 03 November 2011

Sunnah Mengusap Wajah Setelah Berdoa


Hukum mengusap wajah setelah berdoa dapat di jelaskan dengan dua pendapat ulama yang berbeda. Pertama, hukum mengusap wajah setelah berdoa dan melaksanakan shalat adalah sunnah (masyru’). Pendapat ini di nyatakan Ibnu Hajar Al-asqalani. Kedua pendapat yang menyatakan bahwa hukum mengusap wajah setelah berdoa tidak di sunahkan (gairu masyru). Pendapat ini di nyatakan oleh ibnu Taimiyah, bahkan menurut Nashiruddin Albani, hukum mengusap wajah setelah berdoa adalah bid’ah sayyiah (perbuatan baru dalam agama yang buruk).adapun sebab terjadinya perbedaan pendapat tentang hukum mengusap wajah setelah berdo’a adalah karena perbedaan ulama mengenai hadits-hadist yang menjadi dasar penetapan hukum-nya. Hadist-hadist itu adalah
“Dari Umar bin Khattab Ra. Berkata, Rasulullah SAW bila mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, tidak melepaskannya kecuali setelah mengusapkan keduanya ke wajahnya.” (HR Tirmidzi)

Tafsir Ayat 2 Surat Al-A'raf


Orang-orang mukmin hanyalah mereka yang apabila di sebut Alah gentar hati mereka, dan apabila di bacakan kepda mereka ayat-ayat-nya, ia menamah iman mereka dan kepada Tuhan mereka, mereka berserah diri” (Al-A’rof:2).
Akhir ayat yang lalu memerintahkan agar para pejang perang badr itu, taat kepada Allah dan Rosul-Nya, dan jika benar-benar mereka orang-orang nukmin tentulah mereka melaksanakan perintah itu. Di sini Allah swt. Menjelaskan sebagian sifat mereka yang menyandang predikat mukmin yaitu: orang-orang mukmin yang mantap imannya dan kukuh lagi sempurna keyakinannya hanyalah mereka yang membuktikan pengakuan iman mereka dengan perbuatan  sehingga antara lain apabila di sebut nama Allah sekedar nama itu, gentar hati mereka karena mereka sadar akan kekuasaan dan keindahan serta keagungan-Nya dan apabila di bacakan oleh siapapun kepada mereka ayat-ayat-Nya, ia yakni ayat-ayat itu menambah iman mereka karena memang mereka telah mempercayai sebelum di bacakan, sehingga setiap ia mendengarnya, kembali terbuka lebih luas wawasan mereka dan terpancar lebih banyak cahaya ke hati mereka dan kepercayaan itu menghasilkan rasa tenang menghadapi segala sesuatu sehingga hasilnya adalah dan kepada Tuhan mereka saja mereka berserah diri.

Rabu, 02 November 2011

Tafsir Ayat 35 Surat An-Nur



“Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah celah yang tak tembus yang di dalmnya ada pelita besar. Pelita itu di dalm kaca, kaca itu bagaikan bintang seperti mutiara. Dinyalakan dengan minyak dari pohon yang di berkati yaitu pohon zaitun, (yang tunbuh) tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat. Hampir-hampir saja minyaknya menerangi, walaupun ia tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membut perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”

TAHLIL DAN ISTIGHOTSAH



Dalam bahasa arab, tahlil berarti menyebut kalimah “syahadah”  yaitu “la ilaha illa allah”. Definisi ini dinyatakan oleh Al-lais dlam kitab “lisan Al- Arab”. Dalam kitab yang sama, az zuhri menyatakan maksud tahlil adalah meninggikan suara ketika menyebut kalimah thayyibah. Namun kemudian kalimah tahlil menjadi sebuah istilah drai rangkaian bacaan beberapa dzikir, ayat al-quran, do’a dan menghidangkan makanan shadaqah tertentu yang di lakukan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Ketika di ucapkan kata-kata tahlil pengertiannya berubah seperti istilah masyarkat ini.
Tahlil pada mulanya di tradisikan oleh wali songo (Sembilan pejuang islam di tanah jawa). Seperti  yang telah kita ketahui, di antara yang paling berjasa menyebarkan ajaran islam di Indonesia adalah wali songo. Keberhasilan dakwah wali songo ini tidak lepas dari cara dakwahny ayang lebih mengedepankan metode cultural atau budaya. Wali songo mengajarkan nilai-nilai islam secara luwes dan tidak secara frontal menentang tradisi hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan, hanya saja isinya diganti dengan nilai islam.

“Perspektif Al-Qur’an Tentang Mahar”

“Berikanlah maskawin (mahar) pada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jka mereka menyerahkan pad akmu sebgaian dari maskawin itu dengan sengang hati, maka maknalah pemberian itu dengan senang hati, maka makanlahn pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya” (An-Nisa: )
Mahar Dalam Sejarah
Ketika Nabi Adam A.S di jodohkan dengan ibunda Hawa dahulu, apa maharnya ya? Al-qur’an hanya memberikan proses penciptaan mereka dan selanjutnya menjadi pasangan suami istri, alau beranak pinak. Tapi pada tataran anak sudah ada syariah pernikahan silang. Qabil menikahi cewek kembaran Habil dan Habil menikahi cewek kembaran Qabil, meski qabil menentang dan berakhir pembunuhan terhadap saudara kandungnya sendiri. Ternyata darah pertama tumpah karena kasus ebutan cewek. Begitu Adam dan Hawa selalu melahirkan anak kembar, lai=laki dan perempuan sebagai upaya Allah mempercept pertumbuhan penduduk bumi. Kecuali Syist yang lahir sendirian sebagai ganti Habil, abangnya yang mati terbunuh.
Mulanya, system keluarga Pra Al-qur’an bersifat matriarchal. Keluarga perempuan amat domonan hingga penisbahan anak kepada garis ibu. Bahkan, pria rela melakukan apa saja demi biar mempersunting gadis idaman.

Selasa, 01 November 2011

Ampunan

Ya Allah...,
Hamba sadar siapa hamba
Hamba sadar tapi tidak sadar dengan kesadaran hamba
Hamba manusia amat sangat lemah
Yang tidak punya daya kekuatan
Hamba manusia kotor, manusia hina
Yang tidak pantas untuk mendatangi-Mu
Mendatangi Engkau Yang Maha Suci
Tapi, apa yang harus hamba-Mu lakukan ya Rabb??
Selain mendatangimu, tidak ada cara lain
Dengan mendatangi-Mu
Hamba bisa bersimpuh dengan kehinaan yang hamba bawa
Dengan mendatangi-Mu
Hamba bisa memohon belas kasih serta ampunan
Karena hamba yakin
Ampunan-Mu tidak terbatas
Mengampuni siapa saja yang benar-benar datang kepadamu
Memohon ampun untuk bertaubat
Meskipun dosa-dosa hamba sepenuh langit dan bumi
Karena engkau adalah Allah Tuhan Yang Maha Pengampun
Ya Allah Ya Rohman Ya Rohim Ya Ghofur....,
Ampunilalah dosa-dosa hamba
Amin..,