Penayangan bulan lalu

Kamis, 03 November 2011

Sunnah Mengusap Wajah Setelah Berdoa


Hukum mengusap wajah setelah berdoa dapat di jelaskan dengan dua pendapat ulama yang berbeda. Pertama, hukum mengusap wajah setelah berdoa dan melaksanakan shalat adalah sunnah (masyru’). Pendapat ini di nyatakan Ibnu Hajar Al-asqalani. Kedua pendapat yang menyatakan bahwa hukum mengusap wajah setelah berdoa tidak di sunahkan (gairu masyru). Pendapat ini di nyatakan oleh ibnu Taimiyah, bahkan menurut Nashiruddin Albani, hukum mengusap wajah setelah berdoa adalah bid’ah sayyiah (perbuatan baru dalam agama yang buruk).adapun sebab terjadinya perbedaan pendapat tentang hukum mengusap wajah setelah berdo’a adalah karena perbedaan ulama mengenai hadits-hadist yang menjadi dasar penetapan hukum-nya. Hadist-hadist itu adalah
“Dari Umar bin Khattab Ra. Berkata, Rasulullah SAW bila mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, tidak melepaskannya kecuali setelah mengusapkan keduanya ke wajahnya.” (HR Tirmidzi)

Hadist ini di riwayatkan oleh at-tirmidzi (2/24), ibnu asakir (7/12/2). Dengan sanad Hammad ibn ‘Isa al-jauhani dari Hanzalah ibn abi sufyan al-jamhi dari salim ibn Abdullah dari bapaknya dari umar ibn khattab. At-tirmidzi berkata : hadist ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari hammad ibn ‘isa al-jauhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadist ini. Dia hanya mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadist saja , tapi orang-orang meriwayatkan darinya.” Al- Hafidz ibnu Hajar di dalam at taqrib at tahdib, menjelaskan tentang riwayat hidupnya , menukil ibnu na’im berkata : dia adalah syaikh yang baik, abu hatim berkata : lemah di dalam (meriwayatkan) hadist, abu dawud berkata : lemah, dia dia meriwayatkan hadist-hadist munkar. Hal senada di katakana a-hakim, naqash, ad daruquthni dan ibnu hibban. (lihat irwaul ghalil 2/178).
“dari Ibnu Abbas. Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda: “jika engkau berdoa kepada Allah, mohonlah dengan kedua telapakmu yang bagian dalam, janganlah engkau memohon dengan punggung kedua telapak tangan. Dan jika engkau sudah selesai (berdoa) maka usapkan kedua (telapak tangan) tersebut ke wajahmu.”
Hadist ini di riwayatkan oleh Ibnu Majah (1181, 3866), ibnu nash dalam iyamul lail 9hal 137) ath thabrani dalam al-mu’jma al-kabir 93/98/1) dam al-hakim (1/536). Dari shlaih ibnu hasan dari Muhammad ibn ka’b dari ibnu abbas ra. (marfu)
“Dari Saib bin Yazid dari bapaknya bahwasanya Nabi SAW jika berdoa dan mengangkat kedua tangannya, maka beliau mengusap kedua wajahnya dengan kedua tanganya tersebut”
HAdist ini di riwayatkan Abu dawud (1492) dari ibnu lahi’ah dari hafs bin hisyam bin ut’bah bin abi waqqash dari sa’ib bin yazid dari ayahnya. Ini adalah hadist dh’aif berdasarkan pada hafsh bin hisyam karena dia tidak di enal (majhul) dan lemahnya ibnu lahi’ah (taqribut tahdzib) (lihat irwaul ghalil 2/179)
Ibnu Taimiyah menyatakan, banyak hadist-hadist sahih yang menjelaskan bahwa hadist nabi saw mengangkat kedua tangan beliau dalam berdoa. Sedangkan tentang mengusap wajah dngna kedua tangan beliau (setelah berdoa) tidak banyak riwayat dari beliau keculi satu atau dua riwayat saja, dan kedua rwayat itupun tidak bias di jadikan hujjah (karena periwayatannya lemah). Sedangkan Ibnu Hajjar menegakan bahwa hadist tersebut mensyariatkan mengusap wajah setelah berdoa
“ Hadist ini adalah dalil bahwa mengusap wajah dengan kedua tangan setelah beroa di syariatkan. Di katatak, seakan-akan korelasinya bahwa ketia Allah swt tidak mengembalikan kedua telapak tangan dengan kosong, maka seakan-akan kedua tangnnya telah di penuhai rahmat. Ole karenanya, sanagat pantas jika kedua tangan yang penuh rahmat di letakkan pada muka yang merupakan organ tubuh yang paling mulia dan layak di hormati” (Muhammad ibn Ismail al_shan’ani (2006), Subul al-Salam syarah Bulugh Al-maram, al-azhar : daar al-bayan al-arabi, jilid IV, h. 1544)
Adapun mengamalkan hadist dhaif, para ulama ahli hadist dan ulama yang lain telah sepakat bahwa hadist dhaif dapat d amalkan dlam fadlail al-a’mal. Para ulama yang mengatakn yang demikian diantaranya adalah Imam ahmad ibn hambal, Ibnu Mubarak, sufyan at-Tsyauri, Sufyan bin Uyainah, al-anbari dan yang lainnya. Mereka mengatakan “ apabila kami meriwayatkan hadist yang berhububgan dengan halal dan haram , maka kami menekannnya dan ketika kmai meriwayatkan dalam hal fadhailul a’mal maka kami memudahkannya.” (al-manhal al-lathif fi ahkam al-hadist al-dlaif:13)
Adapun kebolehan beramal dengan hadist dlaif juga telah di fatwakan oleh lajnah al-daimah lil buhuts al-ilmiyah wa al-ifta: 6/263) bahwa pada kesimpulannya
            1. Hadist dlaif di pakai dalm fadhailul a’mal ketika tidak terlalu dlaif dan telah tetap amal itu secara umum termasuk dalam fadhailul a’mal (walupun hanya satu jalur). Perlu di ketahui bahwa para ahli hadist (sepengetahuan kami) tidak ada yang mengatakan bahwa hadis itu adalah palsu termasuk syeikh Al-albani). Beliau mengatakan bahwa hadist-hadist itu ada yang dlaif (bias di amalkan) dan ada yang sangat dlaif. Di samping itu, hadist tersebut berisi amaliyah yang telah di sepakati kesunahannya, yaitu berdizkir setelah shalat.
            2. Hadist tersebut mempunyai Syawahid (penguat eksternal) yang dapat menambl kedlaiafan atau di kuatkan dengan kaidah Syarr’iyyah yang telah tetap. Sebagaimana uraian di atas kita telah tahu bahwa hadist tersebut telah di riwayatkan dari beberapa jalur dan di kuatkan dengan kaidah syar’iyyah yang telah di sepakati yaitu kesunnhan berdzikir kepada Allah SWT setelah shalat.
3. Tidak bertentangan dengan hadist shahih. Jelas hadist ini tidak bertentangan dengan hadist shahih, karena hadist tersebut berisi anjuran untuk berdzikir kepada Allah  SWT setelah shalat.
Maka jelas bahwa beramal dengna hadist dlaif dalm fadhailul a’mal yaitu mengusap wajah setelah berdoa adalah sesuatu yang mujma’alaih (di sepkati) oleh kaum muslimin.
Wallahu A’lam bi Al-Shawab.//
Sumber: Risalah Nahdlatul Ulama no.14/thn III/1431 H/Bahtsul MasaiI/ hal. 68/ KH. Cholil Nafis, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar