Hukum mengusap wajah setelah berdoa dapat di jelaskan
dengan dua pendapat ulama yang berbeda. Pertama, hukum mengusap wajah setelah
berdoa dan melaksanakan shalat adalah sunnah (masyru’). Pendapat ini di
nyatakan Ibnu Hajar Al-asqalani. Kedua pendapat yang menyatakan bahwa hukum
mengusap wajah setelah berdoa tidak di sunahkan (gairu masyru). Pendapat ini di
nyatakan oleh ibnu Taimiyah, bahkan menurut Nashiruddin Albani, hukum mengusap
wajah setelah berdoa adalah bid’ah sayyiah (perbuatan baru dalam agama yang
buruk).adapun sebab terjadinya perbedaan pendapat tentang hukum mengusap wajah
setelah berdo’a adalah karena perbedaan ulama mengenai hadits-hadist yang
menjadi dasar penetapan hukum-nya. Hadist-hadist itu adalah
“Dari Umar bin Khattab
Ra. Berkata, Rasulullah SAW bila mengangkat kedua tangannya untuk berdoa, tidak
melepaskannya kecuali setelah mengusapkan keduanya ke wajahnya.” (HR Tirmidzi)
Hadist ini di riwayatkan oleh at-tirmidzi (2/24), ibnu
asakir (7/12/2). Dengan sanad Hammad ibn ‘Isa al-jauhani dari Hanzalah ibn abi
sufyan al-jamhi dari salim ibn Abdullah dari bapaknya dari umar ibn khattab.
At-tirmidzi berkata : hadist ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari hammad
ibn ‘isa al-jauhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadist ini. Dia
hanya mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadist saja , tapi orang-orang
meriwayatkan darinya.” Al- Hafidz ibnu Hajar di dalam at taqrib at tahdib,
menjelaskan tentang riwayat hidupnya , menukil ibnu na’im berkata : dia adalah
syaikh yang baik, abu hatim berkata : lemah di dalam (meriwayatkan) hadist, abu
dawud berkata : lemah, dia dia meriwayatkan hadist-hadist munkar. Hal senada di
katakana a-hakim, naqash, ad daruquthni dan ibnu hibban. (lihat irwaul ghalil
2/178).
“dari Ibnu Abbas. Ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda: “jika engkau berdoa kepada Allah, mohonlah
dengan kedua telapakmu yang bagian dalam, janganlah engkau memohon dengan
punggung kedua telapak tangan. Dan jika engkau sudah selesai (berdoa) maka
usapkan kedua (telapak tangan) tersebut ke wajahmu.”
Hadist ini di riwayatkan oleh Ibnu Majah (1181, 3866),
ibnu nash dalam iyamul lail 9hal 137) ath thabrani dalam al-mu’jma al-kabir
93/98/1) dam al-hakim (1/536). Dari shlaih ibnu hasan dari Muhammad ibn ka’b
dari ibnu abbas ra. (marfu)
“Dari Saib bin Yazid
dari bapaknya bahwasanya Nabi SAW jika berdoa dan mengangkat kedua tangannya,
maka beliau mengusap kedua wajahnya dengan kedua tanganya tersebut”
HAdist ini di riwayatkan Abu dawud (1492) dari ibnu
lahi’ah dari hafs bin hisyam bin ut’bah bin abi waqqash dari sa’ib bin yazid
dari ayahnya. Ini adalah hadist dh’aif berdasarkan pada hafsh bin hisyam karena
dia tidak di enal (majhul) dan lemahnya ibnu lahi’ah (taqribut tahdzib) (lihat
irwaul ghalil 2/179)
Ibnu Taimiyah menyatakan, banyak hadist-hadist sahih
yang menjelaskan bahwa hadist nabi saw mengangkat kedua tangan beliau dalam
berdoa. Sedangkan tentang mengusap wajah dngna kedua tangan beliau (setelah
berdoa) tidak banyak riwayat dari beliau keculi satu atau dua riwayat saja, dan
kedua rwayat itupun tidak bias di jadikan hujjah (karena periwayatannya lemah).
Sedangkan Ibnu Hajjar menegakan bahwa hadist tersebut mensyariatkan mengusap
wajah setelah berdoa
“ Hadist ini adalah
dalil bahwa mengusap wajah dengan kedua tangan setelah beroa di syariatkan. Di
katatak, seakan-akan korelasinya bahwa ketia Allah swt tidak mengembalikan
kedua telapak tangan dengan kosong, maka seakan-akan kedua tangnnya telah di
penuhai rahmat. Ole karenanya, sanagat pantas jika kedua tangan yang penuh
rahmat di letakkan pada muka yang merupakan organ tubuh yang paling mulia dan
layak di hormati” (Muhammad ibn Ismail al_shan’ani (2006), Subul al-Salam
syarah Bulugh Al-maram, al-azhar : daar al-bayan al-arabi, jilid IV, h. 1544)
Adapun mengamalkan hadist dhaif, para ulama ahli
hadist dan ulama yang lain telah sepakat bahwa hadist dhaif dapat d amalkan
dlam fadlail al-a’mal. Para ulama yang mengatakn yang demikian diantaranya
adalah Imam ahmad ibn hambal, Ibnu Mubarak, sufyan at-Tsyauri, Sufyan bin
Uyainah, al-anbari dan yang lainnya. Mereka mengatakan “ apabila kami
meriwayatkan hadist yang berhububgan dengan halal dan haram , maka kami
menekannnya dan ketika kmai meriwayatkan dalam hal fadhailul a’mal maka kami
memudahkannya.” (al-manhal al-lathif fi ahkam al-hadist al-dlaif:13)
Adapun kebolehan beramal dengan hadist dlaif juga
telah di fatwakan oleh lajnah al-daimah lil buhuts al-ilmiyah wa al-ifta:
6/263) bahwa pada kesimpulannya
1.
Hadist dlaif di pakai dalm fadhailul a’mal ketika tidak terlalu dlaif dan telah
tetap amal itu secara umum termasuk dalam fadhailul a’mal (walupun hanya satu
jalur). Perlu di ketahui bahwa para ahli hadist (sepengetahuan kami) tidak ada
yang mengatakan bahwa hadis itu adalah palsu termasuk syeikh Al-albani). Beliau
mengatakan bahwa hadist-hadist itu ada yang dlaif (bias di amalkan) dan ada
yang sangat dlaif. Di samping itu, hadist tersebut berisi amaliyah yang telah
di sepakati kesunahannya, yaitu berdizkir setelah shalat.
2. Hadist
tersebut mempunyai Syawahid (penguat eksternal) yang dapat menambl kedlaiafan
atau di kuatkan dengan kaidah Syarr’iyyah yang telah tetap. Sebagaimana uraian
di atas kita telah tahu bahwa hadist tersebut telah di riwayatkan dari beberapa
jalur dan di kuatkan dengan kaidah syar’iyyah yang telah di sepakati yaitu
kesunnhan berdzikir kepada Allah SWT setelah shalat.
3. Tidak bertentangan dengan hadist
shahih. Jelas hadist ini tidak bertentangan dengan hadist shahih, karena hadist
tersebut berisi anjuran untuk berdzikir kepada Allah SWT setelah shalat.
Maka jelas bahwa beramal dengna hadist dlaif dalm
fadhailul a’mal yaitu mengusap wajah setelah berdoa adalah sesuatu yang
mujma’alaih (di sepkati) oleh kaum muslimin.
Wallahu A’lam bi Al-Shawab.//
Sumber: Risalah Nahdlatul Ulama no.14/thn III/1431 H/Bahtsul MasaiI/ hal.
68/ KH. Cholil Nafis, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar